Laman

Senin, 07 Mei 2012

6 Resep Intelektual Masa Silam


Assalamualaikum Wr.Wb.
Apa kabar sobat ? semoga sehat wal'afiat . . .
Malam ini saya ingin berbagi sedikit mengenai resep-resep para intelektual masa lalu. . .

Kita mengetahui sejarah masa silam perkembangan para intelektual, cendikiawan yang luar biasa. Bak cendawa di musim hujan, perpustakaan-perpustakaan berdiri dimana-mana, forum-forum ilmiah digelar hampir setiap hari. Di masjid, pinggiran jalan, dikedai, dipasar, para intelektual dan cendikiawan berkumpul untuk mengudar pengetahuan dan melakukan penerjemahan karya-karya agung sebelum mereka.
            Nah, tentu saja, kita tidak boleh terpaku pada kejayaan masa silam. Sebagai generasi penerus , tugas kita adalah membangkitkan kembali kejayaan yang pernah ada. Sejarah masa silam hanya akan berarti jika kita mau memetik pelajaran darinya, lalu menjadikan senjata uuntuk menghadapi masa kini. Apa yang dari masa silam, perlu kita ambil dan kita kembangkan.
Syaikh Az-Zarnuji  dalam bukunya Ta’lim Almuta’llim ia menarik sebuah kesimpulan yang ia jadikan sebagai  kunci keberhasilan para pencari ilmu itu. Yaitu cerdas, rakus terhadap ilmu pengetahuan, memiliki kesabaran yang tinggi, biaya memadai, petunjuk guru, serta memakan waktu yang lama.  

      1. Cerdas 

Tanpa sebuah kecerdasan, pergulatan inteletual akan berjalan sia-sia. Alih-alih kesuksesan   yang bakal diraih, sebaliknya, seperti buruk gagak bermimpi memiliki bulu putih, kesuksesan hanya akan menjadi impian semu. Apakah ini berarti bahwa pengetahuan hanya  diperuntukan bagi orang-orang tertentu saja dengan menyisihkan jenis orang-orang yang lain ? eitsss.....tunggu dulu, tentu saja tidak.
Termaktub dalam kitab ta’lim Almuta’llim, syaikh Az-zarnuji menyajikan suatu rekaman dialog antara Imam Abu Hanifah dengan muridnya abu Yusuf yang juga menjadi seorang ulama kenamaan. Kata Abu  Hanifah, “sesungguhnya kamu itu dungu (di bawah bodoh). Namun karena rajin dan tak kenal menyerah, engkau menjadi cerdas. Laksana batu yang keras yang bisa ditaklukkan oleh air yang begitu lembut, apalagi otak ini.

Kecerdasan bukanlah sesuatu yang tetap atau sesuatu yang given sejak lahir, melainkan satu keadaan di mana semua potensi terbuka lebar.

         2.       Rakus terhadap Ilmu Pengetahuan
Rakus didalam ilmu pengetahuan, artinya selalu merasa kurang atas setiap pembelajaran yang diterima. Tak cukup hany sekedar membaca, seorang yang  rakus, menuntut hafal atas bacaannya. Tak cukup hanya menghafal, seorang rakus memnuntut paham atas pelajaran yang telah ia hapal. Tak cukup hanya paham dan hapal, seorang yang rakus menuntut didiskusikannya pelajaran yang ia pahami dan hapalan itu, untuk memperoleh cara pandang yang baru, begitu seterusnya.

         3     Memiliki Kesabaran yang Tinggi
Berjalan di Medan pengetahuan, bukanlah sesuatu yang indah dan menyenangkan. Banyak sekali yang harus dikorbankan, diantaranya waktu dan kesempatan untuk bersenang-senang. Sementara itu untuk menggapai pengetahuan dibutuhkan waktu yang sangat panjang. Atas semua kepedihan itu hanya orang-orang yang sabar yang mampu bertahan didalamnya.

        4.       Biaya yang Memadai.
Jika kita melihat dari apa yang telah dilakukan oleh para ilmuan kita pada masa itu, untuk memperkaya wacana mereka, seorang intelektual harus  menempuh perjalanan dari suatu negara ke negara lain selama bertahun-tahun untuk mengumpulkan buku-buku baik dari ulama lain pada masa itu atau buku para ilmuan sebelumnya. Yang pasti itu semua memerlukan biaya yang tidak sedikit, bekal yang mencukupi.
Tentu saja, presyarat ini, tidak dimaksudkan untuk menghala-halangi orang yang tidak memiliki kekayaan materi. Sebaliknya, walaupun bukan satu-satunya jalan keluar, persoalan ini hendakya menjadi renungan bagi para hartawan, juga pemerintah. Bahwa tanpa dukungan mereka, kemajuan peradaban yang ditandai dengan lahirnya intelektual kenamaan, hanyalah impian di siang bolong.
Sejarah mencatat, pertumbuhan pengetahuan yang mengagumkan di era kejayaan islam, tak bisa lepas dari perhatian yang tinggi dari para raja pada masa itu, juga kaum bangsawan di dunia pengetahuan.

           5.       Petunjuk Guru
Seperti rasa butuh kita kepada seorang pemandu saat kita menjelajah hutan lebat, seperti itulah kira-kira gambaran kebutuhan seorang pelajar kepada gurunya. Dari sang pemandu tadilah kita bisa mengetahui jalan mana yang perlu dihindari karena membahayakan dan tempat mana yang layak digunakan untuk istirahat.
Apakah tanpa pemandu, petualangan tidak bisa dilansungkan? Tentu bisa, namun akan memiliki resiko yang lebih besar daripada dibimbing oleh pemandu. Dan pastilah petualangan menjadi susah, karena karus menemukan sendiri seperti hal-hal yang disebut diatas.
Seperti itulah kira-kira gambaran orang yang belajar tanpa bimbingan seorang guru. Guru adalah orang yang lebih mengr=erti lebih dahulu dari pada kita. Pengertian-pengertian yang diajarkannya, yang akan kita jadikan pijakan untuk mencapai pengertian yang lain, dengan demikian ilmu berkembang ke depan. 
 
          6.       Memakan Waktu yang Lama
Tentang lamanya waktu, syaikh Az-Zarnujimencontohkan keberhasilan beberapa ulama, diantaranya yaitu Imam Bukhari (265 H./878 M.) ahli hadist termasyhur, untuk mengumpulkan hadist yang shahih, mulanya ia mengumpulkan hadist dio negerinya sendiri, Bukhara. Kemudian ia melewati ke Balach. Disana, didengarnya beberapa hadis dari ahli hadist. Sedudah itu, ia melawat ke Marw, Naisabur, Ar-Rai, Baqdad, basrah, kufah, Makkah, Madinah, Mesir , Damaskus, Qisariah, ‘Asqalan dan Hims. Pada tiap-tiap negeri itu dikumpulkannya beberapa hadist dari ahli hadist. Perlawatannya, memakai  waktu 16 tahun lamanya. Kemudian ia kembali ke tanah airnya.

Nah, itu lah semua  resep-resep jitu nan maxnyous  yang dapat saya suguhkan pada postingan kali ini, dan saya ucapkan terimakasih atas kesediaan anda untuk membaca artikel yang sederhana  ini, dan mohon maaf atas kesalahan penulisan.  Semoga bermanfaat...!


Kutipan buku : landasan Etika Belajar Santri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar